Tobatnya Seorang Penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para ulama sepakat jika orang tersebut bertobat dengan tobat nasuha dan menyesali perbuatannya, maka tobatnya akan bermanfaat baginya pada hari kiamat, sehingga Allah mengampuni dosanya.
Akan tetapi mereka berselisih pendapat tentang bagaimana status tobatnya di dunia dan menjatuhi hukuman bunuh baginya.
Imam Malik dan Ahmad berpendapat bahwa tobatnya tidak diterima, dia harus dibunuh meskipun bertobat. Dalilnya adalah:
Diriwayatkan dari Abu Dawud dari Sa’d bin Abi Waqqash ia berkata, “Tatkala terjadi penaklukkan Mekkah, Rasulullah memberikan keamanan kepada semua orang kecuali empat orang laki-laki dan dua orang wanita dan beliau menyebutkan nama mereka serta Ibnu Abu Sarh. Kemudian Sa’d menyebutkan hadits tersebut, ia berkata; Adapun Ibnu Abu Sarh, ia bersembunyi di rumah Utsman bin Affan, kemudian tatkala Rasulullah menyeru untuk berbai’ah, Utsman membawanya ke hadapan Rasulullah shallallahu wa’alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, baiatlah Abdullah’.
Kemudian beliau
mengangkat kepalanya dan melihat kepadanya tiga kali, setiap melakukan
tersebut beliau enggan untuk memba’iatnya. Kemudian setelah tiga kali
beliau membai’atnya lalu beliau menghadap kepada para sahabatnya dan
berkata, ‘Bukankah di antara kalian ada orang berakal yang mendatangi
orang ini di mana ia melihatku. Aku menahan diri dari membaiatnya, lalu
ia membunuhnya?’ Mereka berkata, ‘Kami tak mengetahui wahai Rasulullah,
apa yang ada di dalam hatimu. Bukankah Engkau telah memberi isyarat
kepada kami dengan matamu?’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya tak selayaknya
seorang Nabi memiliki mata khianat’.” (HR. Abu daud No.2334 dan
dishahihkan oleh Albani)
Dalil ini menerangkan bahwa orang yang murtad karena menghina tidak diterima tobatnya, bahkan wajib dibunuh meskipun dia datang dalam keadaan bertobat.
Disebutkan bahwa Abdullah bin Sa’d adalah salah satu penulis wahyu, kemudian dia murtad dan mengklaim bahwa dia telah menambah sesuatu dalam penulisan wahyu sesuai dengan keinginannya.
Ini adalah dusta dan
mengada-ngada terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk bentuk penginaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia masuk Islam dan memperbaiki keislamannya. Semoga Allah meridhainya. (As-Sharim, 115)
Sementara pendapat yang benar adalah para ulama menyebutkan bahwa orang yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melanggar dua hak, yaitu hak Allah dan hak manusia. Kaitannya dengan hak Allah karena dia telah menghina utusan-Nya, kitab dan agama-Nya. Sementara kaitannya dengan hak manusia adalah dia telah melakukan perbuatan keji terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat penghinaannya. Sehingga hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran hak Allah dan hak manusia tidak bisa dihilangkan dengan tobat.
Sebagaimana hukuman terhadap para penyamun, jika dia telah melakukan pembunuhan maka wajib untuk dibunuh dan disalib. Kemudian jika dia bertobat sebelum ditangkap maka pelanggaran hak Allah –yang menyebabkan dia harus dibunuh dan disalib—menjadi batal. Namun hak yang berkaitan dengan manusia tidak batal, yaitu hukuman qishas. Demikian juga dalam hukuman ini, jika penghina atau pencela tersebut bertobat maka hak Allah telah gugur darinya, namun hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum gugur dengan tobatnya.
Kemudian jika ada yang berkata, “Apakah tidak mungkin kita memaafkannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidupnya telah memberi maaf dan tidak membunuh terhadap sekian banyak orang yang mencelanya?
Iya, terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk memaafkan orang yang mencelanya dan tidak jarang juga beliau perintahkan untuk dibunuh karena dipandang lebih mendatangkan maslahat. Akan tetapi saat ini pemaafan dari beliau sudah tidak bisa. Maka tersisalah hukuman bunuh bagi penghina tersebut karena melanggar hak Allah dan rasul-Nya serta hak kaum muslimin yang belum menggugurkan hukumannya. Oleh karena itu, dia wajib dibunuh. (As-Sharimul Maslul, 2/438)
Menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bagian dari perbuatan haram yang paling besar, pelakunya kafir dan murtad dari Islam sesuai dengan ijma’ para ulama. Baik karena sungguh-sungguh maupun hanya sekedar main-main saja. Hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh meskipun dia telah menyatakan tobat, baik muslim maupun kafir. Kemudian jika memang dia melakukan tobat nasuha dan menyesali perbuatannya tersebut, maka tobatnya akan bermanfaat baginya di hari kiamat, sehingga Allah mengampuni dosanya.
Syaikh Ibnu Taimiyah memiliki karangan yang cukup bagus dalam menerangkan permasalah ini yaitu kitab “As-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimi Rasul”. Bagi seorang muslim diharapkan untuk membacanya, tak terkecuali pada zaman ini ketika banyaknya fenomena istihza’ terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dimunculkan oleh orang-orang munafik dan orang-orang kafir.
Ini terjadi manakala kaum muslimin merasa acuh tak acuh terhadap fenomena tersebut, lemahnya semangat untuk membela agama dan Nabi mereka, dan tidak ada penerapan hukum syariat Islam terhadap mereka yang melakukan perbuatan kufur.
Kita memohon kepada Allah agar mengangkat derajat orang yang taat kepada-Nya dan menghinakan orag yang bermaksiat kepada-Nya.
Dan Allah lah yang maha mengetahui, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallu ‘alaihi wa sallam dan seluruh para sahabatnya.
Abu islam Al Muhajir
No comments:
Post a Comment