orang yang mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir. Baik karena sungguh-sungguh atau hanya sekedar main-main saja.
Sementara dalil dari As-Sunnah adalah:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ يَهُودِيَّةً
كَانَتْ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ
فِيهِ ، فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ ، فَأَبْطَلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا
“Dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa salah seorang wanita yahudi
mencela menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ada salah
seorang yang mencekik wanita itu sampai mati, dan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menuntut darahnya (artinya tidak diqishah).” (HR. Abu Daud, no; 4362)
Dalam kitab Sharimul Maslul, Syaikhul Islam berkata, “Derajat hadis ini adalah jayyid (bagus), dan ada penguatnya dari hadits Ibnu Abbas.
Hadits ini menerangkan bolehnya membunuh seseorang karena menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ibnu ‘Abbas:
Bahwasanya ada seorang laki-laki buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya) yang biasa mencaci dan menghina Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad) tidak mau berhenti.
Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan merendahkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Laki-laki itu lalu mengambil pedang dan meletakkan di perut budaknya,
dan kemudian ia menekannya hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua
orang janin dari antara kedua kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya.
Di pagi harinya, peristiwa itu disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
mengumpulkan orang-orang dan bersabda : “Aku bersumpah dengan nama
Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang juga
di hadapanku”. Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati
orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ia berkata: “Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa
mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau
berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku
mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara.
Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan
merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di
perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saksikanlah bahwa darah wanita itu hadar (tidak ada tuntutan taubat)” [HR. Abu Dawud no. 4361 dan dishahihkan oleh Al-Albani].
Wanita tersebut adalah kafir dan belum masuk Islam. Karena seorang
muslimah tidak mungkin melakukan perbuatan keji tersebut. Dan jika
seandainya dia seorang muslimah, maka akan dihukumi murtad. Dan ketika
itu juga tuannya tidak boleh lagi menyentuhnya lagi.
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ : أَغْلَظَ رَجُلٌ
لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، فَقُلْتُ : أَقْتُلُهُ ؟ فَانْتَهَرَنِي،
وَقَالَ : لَيْسَ هَذَا لِأَحَدٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Diriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslamiy, ia berkata, “Seseorang
pernah berbuat kasar kepada Abu Bakr Ash-Shiddiiq, lalu aku berkata
kepadanya (Abu Bakr), ‘Apakah boleh aku membunuhnya?’ Lalu ia
menghardikku dan berkata, ‘Tidak boleh bagi seorang pun untuk
dibunuh—hanya karena berbuat kasar kepada orang lain—selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam‘.” (HR. An-Nasaa’iy no. 4071; shahih].
No comments:
Post a Comment