Hukum mengambil harta orang kafir di Darul Harbi
21-02-2011 15:33
Hukum mengambil harta orang kafir di darul harbi
oleh :Syeikh Anwar Al-Awlaki12 safar 1432 H / 17 januari 2011
di Terjemahkan Oleh :Abdullah Al Muhajir
Alhamdulillah wa sholatu wa salam ala rasulillah,Islam mensyaratkan beberapa syarat yang jelas dalam hal pengambilan hartaorang kafir. Merujuk kepada ulama-ulama klasik kita, adalah sebuah hal yang diperbolehkanuntuk mengambil harta orang kafir untuk tujuan yang berkaitan dengan jihad, sekalipun si pelakunya itu tidak memiliki kekuatan berupa pasukan bersenjata, tidak memiliki imam bahkan bila di dalamnya terdapat halangan-halangan.
karena tidak familiarnya pembahasan ini saya merasa perlu untuk menjelaskannya.
Rasululloh saw bersabda: “aku diutus menjelang hari kiamat dengan pedang,dijadikan rejeki ku di bawah naungan tombak ku. Dan kehinaan terhadap siapasaja yang menyelisihi urusan ku.”
Hadits yang mulia ini, menunjukan beberapa aspek penting tentang agama kita.
Yang pertama:
1.Nabi muhammad saw itu diutus dengan pedang: rasulullloh saw dan para mujahidin setalah beliau membawa cahaya islam ini kepada seluruh manusia dengan berjihad fisabilillah.
2.Sumber rejeki yang paling besar adalah berasal dari rampasan perang dan pekerjaan yang paling utama adalah sebagai tentara di jalan Alloh.
Pemasukan yang dihasilkan dari harta rampasan yang diambil dari orang kafir menggunakan kekuatan adalah harta yang paling thayyib dari pada harta penghasilan dari perdagangan, kerja sebagai insinyur, dokter atau petani,dll. Itu lah sebabnya dia Alloh tetapkan sebagai sumber penghasilanbagi rasul-Nya muhammad saw. Menjadi seorang mujahid adalah sunnah
3. Akibat akhirnya, seluruh musuh nabi muhammad saw da ummatnya akandihinakan dan dipermalukan.
Diriwayatkan bahwa para sahabat yang pindah ke negeri syam mereka mulai bercocok tanam karena syam adalah negeriyang tanahnya subur dengan air yang melimpah, tidak seperti tanah di negeri asal mereka di kawasan hijaz.
Ketika khalifah umar ra mendengar hal tersebut beliau menunggu sampai tibanya masa panen. Tepat sebelum para sahabat menuai panen ladang mereka, khalifah umar ra langsung memerintahkan semuanya. Khalifah umar lalu mengumpulkan para sahabat, mengatakan kepada mereka bahwa bertani itu pekerjaan ahlu kitab, adapun kalian harusnya berperan g di jalan Alloh.
Umar ra tidak mau para sahabat terikat dengan urusan yang bisa menahan mereka dari berjihad fisabilillah. Menginginkan mereka terbebas dari belunggu yang bisa memperbudak mereka, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan manusia.
Pernyataan Umar ra ini, mengimplikasikan , orang-orang yang terikat dengan dunia , para ahlu kitab lah yang semustinya melakukan pekerjaan rendahan itu.adapun kalian orang-orang muslim, seharusnya kalian ini mencari bekal penghidupan dengan kekuatan pedang kalian.
Rasululloh saw pernah bekerja sebagai gembala ternak, pernah juga berdagang, tapi itu sebelum islam,sebelum beliau saw diutus sebagai rasul. Setelah beliau saw menerima wahyu, beliausaw meninggalkan semua itu dengan mencurahkan seluruh waktunya untuk menyebarkan islam. Sangat bertentangan dengan yang orang-orang banyak pahamihari ini.
Rasululloh saw itu tidak bekerja setelah menjadi nabi. Setelah beliau hijrah ke madinah , nafkah hidup beliau berasal dari harta rampasan.
Hari ini mungkin beberapa orang muslim merasa tidak nyaman denganmempergunakan harta yang diambil secarapaksa dari orang kafir, tapi mereka merasa lebih nyaman kalau itu hasil gajian atau keuntungan dagang. Hal ini tidakbenar. Pendapatan yang paling bersih, paling baik itu adalah harta rampasan dari orang yang tidak beriman.
Rasululloh saw bersabda: “dan dijadikan halal bagi ku harta rampasanperang..
ghanimah dan faiini adalah dua jenis harta yang diambil dari orang kafir. Berikut adalahdefinisinya:
a. ghanimah adalah harta yang diambil dari orang kafir secara paksadengan kekuatan mujahidin dalam rangka lii’la’i kalimatillah.
b. fai adalah harta yang diambil dari orang kafir tanpa peperangan.
aturan-aturan soal ghanimah dan fai.setelah harta ghanimah terkumpul, darinya (20%) diambil, inilah yang disebut dengan*takhmis. Sisanya yang 80% * dibagikan kepada seluruh pejuang. Tetapi terdapat perbedaan pendapat tentang pembagian yang seperlima (20%) tadi. Ada yang berpendapat dipergunakan seluruhnya untuk urusan jihad. Yang lain berpendapat, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin.yang lain mengatakan untuk tunjangan para ulama dan para hakim di negara islam.Adapun harta fai, maka ini milik kas kaum muslimin di baytul maal. Maka perbedaan antara ghanimah dan fai terletak pada bagian atau 80% dari harta ghanimah untukpara mujahidin, sedangkan harta fai, tidak ada satu bagian pun bagi mereka semuanyamasuk ke baytul maal. Untuk dipergunakan kemaslahatan kaum muslimin sesuai kebijakan imam.
pertanyaan: bisakah harta ghanimah dan fai diambil dari negera-negara barathari ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, sebelumnya kita harus menjawab 2 pertanyaan dulu:
1. apakah negera-negara barat yang dimaksud itu diklasifikasikan sebagai darul harbi ataukah darul ahdi?
2. Jika negera-negara barat ini merupakan darul harbi, apakah orang-orang muslim yang hidup di sana terikat perjanjianyang melarang mereka untuk membahayakan negara yang mereka tinggali?
Jawaban untuk pertanyaan yang pertama: yang paling pokok adalah hari ini tidak ada pemimpin islam yang berkuasa, yang sah untuk mengadakan suatu perjanjian dengannegara-negara kafir.
Sebab, pemerintahan-pemerintahan yang berkuasa di negeri muslim hari ini sejatinya telah kehilangan legitimasinya untuk banyak alasan, diantaranya:
1. Mereka menjalankan hukum buatan manusia , tidak berhukum kepada hukum yang Alloh turunkan.2. Berwala kepada orang kafir.3. Memerangi wali-wali Alloh.
Maka dari itu perjanjian apa pun yang mereka adakan dengan pihak manapundinilai batil alias tidak memiliki legitimasi.
Yang kedua, negara manapun yang terlibat peperangan dengan kaum muslimin, berpartisipasi dalam menginvansi negeri-negeri muslim, maka secara de facto negera tersebut berstatus sebagai darul harbi. Karena itulah seluruh negera barat yang aktif terlibat dalam penjajahan di afghanistan, di iraq atau di negeri muslim manapun dinilai sebagai darul harbi.
Jawaban untuk pertanyaan yang kedua: ini adalah persoalan yang kritis, maka akan dibahas di tulisan tersendiri *insyaa Alloh *. bagaimanapun kesimpulan dalam persoalan ini adalah orang-orang muslim itutidak terikat dalam perjanjian kewarganegaraan dan visa yang ada antara mereka dan negara-negara darul harbi tersebut.
Merupakan ijma ulama bahwa harta milik orang kafir darul harbi adalah halal bagi orabg muslim merupakan target yang sah bagi para mujahidin. Karena ini adalah ijma,maka tidak perlu lagi pembahasan lebih jauh di point ini.Di ensiklopedia fiqih disebutkan, harta orang ahlu harbi dan darah mereka adalah halal bagi orang muslim, tidak ada yang terlindungi. Orang-orang muslim boleh mengambil nyawa dan harta milik mereka dengan seluruh usaha yang mungkin bisa dilakukan. Karena mereka, orang-orang kafir , melakukan hal yang sama terhadap kita. Ini merupakan kesepakatan para ulama.Di masa lalu, tentara-tentara muslim masukke negeri-negeri kafir, baru kemudian mengambil alih harta kekayaan mereka danmembagikannya sesuai dengan aturan syariat: kalau harta tersebut diambil setelahperang, disebut ghanimah. Bila tanpa perang maka dikategorikan sebagai fai.
Sekarang, jihad berlangsung dengan gaya baru, berdasarkan prinsip perang gerilya yang tentu berbeda dengan gaya perang konvensional seperti yang terekam dalam sejarah.
Bagaimana hal ini bisa mempengaruhi pengaturan ghanimah danfai?
Jihad hari ini lebih bersifat clandestine, dilakukan oleh jaringan bawah tanah. Pertanyaan yang muncul adalah bisakah jaringan-jaringan mujahidin ini menggunakan metode-metode clandestine untuk mendapatkan harta dari orang kafir didarul harbi? Jika jawabannya “iya, bisa.” Apakah ini termasuk fai atau ghanimah? Atau bukan keduanya? Pertanyaan selanjutnya , bagaimanapembagiannya? Kalau mau saja membuka kitab-kitab fiqih klasik dia akan menemukan ternyata mazhab yang empat telah membahasnya. Dan mazhab hanafi yang paling banyak membahas topik-topik tersebut.
Hal ini mungkin karena mazhab hanafi menjadi mazhab resmi kerajaan-kerajaan islam pada waktu yang lama dibandingkan dengan mazhab-mazhab yanglain. sebab iyumazhab hanafi membahas persoalan ini lebih detail karena kebijakan luar negeri dari sebuah negara islam adalahjihad fi sabilillah. Maka saya akan mengutip pertama kali pendapat-pendapat dari kitab-kitab fiqih mazhab hanafi.
mazhab hanafi:
al-Natiqi meriwayatkan bahwa imam abu hanifah berkata: “jika seseorang secara sendirian masuk ke darul harbi dan mengambil harta rampasan, sedangkan di wilayah itu tidak ada tentara muslim maka harta itu tidak wajib dipotong seperlima. Itu jika mereka kurang dari 9 orang, jika jumlahnya mencapai 9 orang atau lebih mereka dinilai sebagai sariyah (grup tempur).
”Maka merujuk kepada imam abu hanifah, kalau grup ini kurang dari 9 orang, apa yang mereka rampas tidak disebut sebagai ghanimah, maka tidak wajib dipotong seperlima yang diberikan kepada penguasa muslim.
Dalam kitab al-hidayah, imam al-mirghananimengatakan: “kalau ada satu atau dua orang memasuki darul harbi tanpa ijin imamdan mereka mengambil sesuatu, maka tidak perlu dipotong seperlima.” Di sini beliau menyatakan, bahwa apapun yang diambil dari darul harbi oleh individu-individu biasa bukan pasukan tentara, makatidak masuk ke dalam pengaturan ghanimah.
Al-zayghali dalam kitab syarahnya terhadap kitab al-hidayah, judulnya “nasb al-rayah fi takhrij ahadits al-hidayah” menjelaskan dasar pernyataan imam al-mirghanani di atas dengan mengatakan: “ hal ini karena ghanimah itu diambil secara paksa dengan kekuatan bukan secara pencurian dan penipuan, sedangkan aturan pemotongan seperlima (20%) itu hanya berlaku untuk ghanimah.
Adapun bila individu atau beberapa individunon-militer ini masuk ke darul harbi dengan ijin imam, maka ada dua pendapat; yang paling masyhur adalah aturan pemotongan seperlima berlaku atas apa yang mereka ambil, karena ijin imam itu berarti imam wajib melindungi mereka jika meraka dalam bahaya. Artinya mereka memiliki kekuatan yang menyokong. (penulis hidayah mengatakan) “kalau sekelompok orang yang memliki kekuatan masuk ke darul harbi lalu mengambil sesuatu, berlaku lah aturan *takhmis *(pemotongan 20% dariharta rampasan) walaupun mereka tidak minta ijin dari imam.”Karena hal tersebut dinilai sebagai ghanimah, sebab diambil dengan kekuatan, dan imam tetap wajib melindungi, karena jika tidak itu akan melemahkan kaum muslimin, tidak seperti kalau satu atau dua orang saja yang masuk, maka imamtidak wajib melindungi mereka.”Al-zayghali menilai apa-apa yang diambill dinilai sebagai ghanimah bila individu atau kelompok yang bersangkutan memiliki kekuatan penyokong. Hal ini berbeda dengan keadaan mujahidin hari ini, di mana tidak ada imam atau penguasa muslim yang memberikan perlindungan kepada mereka.Pernyataan yang sama juga terdapat juga dikitab fiqih mazhab yang lain, seperti al-mabsut dan syarah al-sair al-kabir keduanyakarya imam al-sarkhasi.
Demikian mazhab hanafi memandang hukum *takhmis *yang diambil dari harta rampasan dan diserahkan kepada amir sebagai imbalan atas perlindungan yang diberikan. Jika perlindungan ini tidak ada maka mereka tidak perlu membayar apa pun.Maka jika ada individu atau sekelompok orang yang mengambil harta orang kafir di darul harbi tidak dengan kekuatan, tapi secara diam-diam maka hal itu tidak dinilai sebagai ghanimah, menurut mazhab hanafi.lalu termasuk apakah itu?Kita menemukan jawabanya di kitab fiqih mazhab hanafi yang lain, “al-jawharah al-nayiroh” karya abu bakar al-abbadi, yang menyatakan dalam syarahnya atas kitab al-hidayah: “kalau ada satu atau dua orang yang memasuki darul harbi tanpa ijin imam, lalu mengambil sesuatu, maka aturan pemotongan seperlima tidak berlaku atasnya. Karena ini bukan ghanimah, sebab ghanimah itu yang diambil dengan kekuatanbukan secara pencurian.Tetapi kalau satu atau dua orang tadi masuk dengan ijin imam, maka ada dua pendapat, yang paling masyhur adlah hasilnya dibagi lima bagian, empat bagian untuk mereka (pelaku, sisanya diserahkan kepada amir ke baytul maal).Pendapat kedua menyebutkan, tidak perlu dibagi lima bagian, karena harta itu diambil dengan mencuri.Yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena imam memberi ijin mereka, yang berarti mereka melakukannya di bawah perlindungan imam buka secara pencurian semata.”Selanjutnya beliau mengatakan: “kalau sekelompok orang yang memiliki kekuatan pasukan penyokong masuk (ke darul harbi) lalu mengambil sesuatu, maka aturan*takhmis *(pemotongan sepelima/ 20%) berlaku, walau mereka tidak minta ijin imam, karena kelompok tadi memiliki kekuatan,sebab itu apa yagn mereka ambil dinilai sebagai ghanimah.Tetapi bila kelompok tadi tidak memiliki kekuatan berupa pasukan penyokong dan mereka juga masuk ke darul harbi tanpa ijin imam, maka apa yang mereka ambil dinilai bukan ghanimah, karena ghanimah adalah apa-apa yang diambil secara paksa dengan kekuatan. Ada pun orang-orang ini sama seperti pencuri pada umumnya, yang mengambil secara diam-diam, maka bukan lah ghanimah. Karena itu lah dalam kasus semacam ini, apa yang dia orang ambil, itu menjadi miliknya, tidak harus dia bagi, sebab ini dinilai mubah, sama seperti berburu atau mengumpulkan kayu bakar.”Perhatikan, di sini imam al-abbadi menyamakan harta rampasan dengan hartahasil berburu dan hasil pengumpulan kayu bakar, karena hewan liar dan kayu di hutan itu bukan hak milik orang tertentu. Alasan dari menyamakan harta rampasan dengan berburu dan pengumpulan kayu bakar adalah karena harta benda yang ada di tangan orang-orang kafir itu tidak sah kepemilikannya menurut syariat islam disebabkan kekufuran mereka.Ada pun terjaganya harta orang kafir dari ahlu dzimmah adalah pengecualian karena jizyah yang mereka bayarkan.Inilah kenapa para ulama kita mengatakan bahwa Alloh menyebut “hartarampasan” dengan “fai” yang artinya “yang kembali”, maka mereka mengatakan harta benda orang kafir yang sejatinya bukan milik mereka telah “kembali” kepada orang beriman sebagai pemiliknya yang sah.Dalam kitan al-sair al-shaghir (hanafi) penulis menyatakan: “kalau satu, dua atau tiga orang dari kaum muslimin atau ahlu dzimmah, yang tidak memiliki kekuatan penyokong, memasuki darul harbi tanpa ijin imam lalu mengambil harta ahlu harbi sebagai rampasan kemudian membawanya ke darul islam, maka seluruh yang mereka ambil adalah milik mereka, tidak ada pemotonganseperlima darinya.”Situasi kaum muslimin yang hari ini tinggal di darul harbi sama dengan kasus yang disebutkan di atas. Kaum muslimin hari ini tidak ada imam yang bisa mereka mintai ijin, tidak pula kekuatan berupa pasukan yang bisa melindungi mereka. Dan apa yangmereka bisa ambil paling dengan cara pencurian atau pengelapan. Maka menurut pendapat yang dipegangi oleh mazhab hanafi, hartayang bisa dikuasi oleh orang muslim di darul harbi sepantasnya menjadi milik mereka seluruhnya.Tapi bagaimana pun juga, saya ingin menggaris bawahi, walaupun hari ini seorang muslim diperbolehkan melakukan hal itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan: mazhab hanafi berpendapat seorang muslim “di-ijin-kan” untuk mengambil harta orang kafir di darul harbi, tapi mereka tidak menyatakan perbuatan itumendapatkan pahala. Mereka menyamakannya dengan berburu danmengumpulkan kayu bakar. Dengan kata lain ini sama saja dengan usaha mata pencaharian mengunakan cara halal yang lainnya.Walau begitu, sebagai seorang muslim, seharusnya kita mencari harta yang diambil dari orang kafir sebagai bagian jihad fi sabilillah,mempergunakannya di jalan jihad, bukan untuk kesenangan syahwat pribadi.Kita tidak ingin fatwa ini disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai perhatian apa pun terhadap jihad, yang Cuma tertarik untuk menumpuk kekayaan pribadi.Efek dari penyalahgunaan fatwa ini bisa berakibat pada dicurigainya orang-orang muslim dan pemerintah-pemerintah negara-negara target membatasi geraknya, sehingga pada akhirnya menyusahkan mereka yang benar-benar bergerak atas dasar fatwa tersebut.Pendapat tiga mazhab yang lainnya.Ibnu hamam dalam kitabnya fathul qadir berkata: “mazhab syafi’i, maliki, dan mayoritas ulama berpendapat apa yang diambil secara individual dengan cara pencurian ini dinilai sebagai ghanimah.”Beliau kemudian berkata: “tetapi kami dan imam ahmad –merujuk ke satu atau dua riwayat yang disandarkan kepadanya—menolak menyebutnya sebagai ghanimah.Karena ghanimah itu apa yang diambil secara paksa dengan kekuatan, bukan dengan pencurian ataun penggelapan. Dan biasanya pencurian itu dilakukan dengan tipu daya, maka dinilai sebagai mata pencaharian yang halal, tidakbeda dengan mengumpulkan kayu bakar dan berburu.”Imam al-sarkhasimeriwayatkan bahwa imam syafi’i berkata: “ghanimah itu harta kekayaan yang orang muslim ambil dari orang kafir dengan mempergunakan kekuatan atas meraka.”Imam syafi’iberkata lagi: “mempergunakan kekuatan atas mereka itu termasuk menggunakan kekuatan secara langsung atau dengan tipu daya, karena rasululloh saw bersabda: (perang itu tipu daya).”Jadi menurut imam syafi’i, harta yang diambil dari orang kafir secara sembunyi-sembunyi mustinya dinilai sebagai ghanimah, bahkan walau pun tanpa menggunakan kekuatan.Dalam kitab tuhfat al-muhtaj fi syarhi al-minhaj, ibnu hajar al-haytami mengatakan: “hasil curian dari darul harbi adalah ghanimah.”Dalam kitab al-minhaj, imam nawawi mengatakan: “harta yang diambil dari darul harbi dengan kekuatan adalah ghanimah, begitu juga apa yang diambil oleh perorangan atau sekelompok orang dengancara mencuri.”Dalam fatawa al-subki –mazhab syafi’i—penulis meriwayatkan pendapat dari dua imam mazhab syafi’i yang paling menonjol ;imam al-ghazali dan imam al-rafi’i. Al-subki mengatakan: “al-ghazali mengatakan jika seorang muslim mencuri harta dari orang kafir, maka seluruhnya menjadi miliknya, tidak dipotong aturan seperlima (tidak ada*takhmis*).Sedangkan al-rafi’i memegang pendapat yang menyatakan si pelaku memiliki 80% dari hasilnya, sebagaimana harta ghanimah.Dalam kitab al-furu, ibnu muflih –mazhab hambali—berkata: “kalau ada sekelompok atau perorangan bahkan seandainya dia seorang budak memasuki darul harbi tanpa ijin imam, maka harta yang mereka rampas adalah fai”.Walaupun kebanyakan pendapat di mazhab hambali menyatakan harta yang diambil itu berstatus ghanimah, penulis al-furu di atas menyebutkan pendapat lain yaitu fai. Yang berarti seluruhnya harus diserahkan kepadaimam, yang pembagiannya sesuai kebijakansang imam.Imam ibnu taimiyah menyatakan dalam al-fatawa, jika seorang muslim , memasuki darul harbi, lalu menculik orang kafir atau anak mereka atau menggunakan kekuatan atas mereka dengan cara apa pun, maka jiwa dan harta orang kafir itu halal bagi orang muslim.”
Sumber (thariquna)
Abu Islam Al muhajir